Try to Know “It”
“Ugh,
kepalaku sakit!” Aku terbangun dengan tubuh sangat tidak nyaman, rasanya
seperti aku baru saja terbangun dari tidur yang sangat panjang. Aku melihat
sekeliling, syukurlah sepertinya mahluk hitam itu sudah pergi. Tapi aku masih
berada di rumah ini. Kulihat langit diluar rumah sudah gelap. Kurasa aku sudah
pingsan lama, mungkin 3 jam? 5 jam? Penasaran, kubuka smartphoneku dan kulihat
jam. Sial, sudah jam 00.00. Pantas saja keadaan disini sudah sangat mencekam.
Disebelahku terbaring tubuh seseorang yang ternyata adalah Tama. “Tam, woi.
Bangun Tam!” sambil ku goyang – goyangkan pundak Tama. Matanya terbuka perlahan
sambil menjawab, “Hah? Hah? Iya? Ndak kok aku tadi habis makan pecel. Udah
kenyang. Tapi boleh deh tambah es cendol.” Lho, lho, lho nglindur bocah kampret
ini. Kubangunkan Tama sekali lagi dengan
lebih bersemangat. Kali ini dia terbangun, lalu kami berbingung- bingung
sebentar sebelum ia mengatakan, “ Ayo Ger keluar lagi dari tempat ini. Mungkin
udah normal.” Akupun segera membuka pintu depan rumah yang berada tepat didepan
kami.
Syukurlah.
Pintu sudah terbuka dan yang kami lihatpun sangat melegakan kami, yaitu halaman
rumah itu. Kami sudah tidak kembali ke dalam rumah lagi. Diluar langit sangat
berkabut dan udaranya dingin. Mungkin ada hujan selama kami pingsan. Dengan
lega sekaligus ingin cepet – cepat pulang kami berlari kearah gerbang depan,
membuka gerbang depan dan keluar. Selamat! Kami selamat! Fiuh… “Aku habis ini
pokoke mau mandi di bak pake aer anget sambil makan bubur kacang ijo dan minum
Ponari Sweet.” Kata Tama sembari berlari terengah – engah dan mengeluarkan
kunci mobil.
Tapi
disinilah masalah baru muncul lagi. Dimana mobil kami? “Aku yakin tadi disini
kok Ger! Udah aku kunci juga! Masak dicolong orang sih? Ah gak lucu nih!!” Aku
mendadak ikut panik sambil berkeliling untuk mencari mobil Tama. Mungkin kalau
aku tanya penduduk sekitar mereka akan tau. Toh rumah – rumah penduduk tidak
jauh dari rumah ini. Sangat dekat malah. Aku memasuki sebuah rumah yang pintu
gerbangnya terbuka dan mulai mengetuk pintu. “Heh Ger apa mati lampu ya? Apa
penduduk dah pada tidur kali. Gelap banget soalnya.” Lalu kami pun menyadari
keganjilan lagi disini. Keadaan di tempat ini sangat sepi. Terlalu sepi.
Penerangan yang masih adapun hanya berasal dari lampu jalanan yang berkedip
–kedip sesekali. “Tam, mungkin gak sih jam segini semua orang udah pada tidur
dan mematikan semua lampu?” “Nggak deh Ger. Kok mulai horor lagi sih.” Kamipun
mundur perlahan. Ini sangat tidak beres.
Sadar
bahwa kami tidak mungkin minta bantuan orang disekitar sini, kami memutuskan
untuk menghubungi teman atau keluarga atau siapa sajalah kenalan kami yang bisa
dimintai bantuan! Teman… Keluarga.. Kenalan… Huh?? Siapa ya?? Aku tidak bisa
mengingat nama siapapun selain namaku dan Tama. Apa ini? Aku ingat aku punya
keluarga, aku ingat aku pnya teman kuliah, aku bahkan ingat aku punya kekasih
yang cantik! Tapi aku tidak mengingat apapun selain itu! “Tam aku kok ndak
inget sapa – sapa ya?” Ternyata Tama mengalami hal yang sama. Harapan terkahir,
cek laptop! Cek HP! Semua paling tidak ada petunjuk! Tapi Nihil. Kontak di HP
kosong, chat Yellowberry, Facepalm, semua tidak ada. Seperti berasa punya
gadget baru saja. “Tam, inget nama pacarku ndak?”, “Ndak Ger. Lupa. Lha kamu
inget nama pacarku ndak?” Kami terdiam, menambah suasana keheningan yang
mencekam. “Koe ndak punya pacar bos.”
Jawabku. Tama hanya menjawab, “oh.”
Selanjutnya
kami mencoba berkeliling, mungkin ada orang yang bisa dimintai tolong, mungkin
ada kantor polisi atau warung? Karena kebetulan juga kami sedang lapar. Tapi
tidak ada siapapun. Bahkan tidak ada tanda kehidupan sedikitpun. Tempat ini
seperti kota mati. Masak baru ditinggal beberapa jam tempat ini sudah jadi
seperti ini? Tadi siang saja masih sangat normal. Apa yang sebenarnya terjadi
pada tempat ini? Bukan, mungkin pertanyaan yang pas adalah, apa yang sebenarnya
terjadi dengan kami? Bahkan saat berusaha untuk lari kemanapun, ujung dari
tujuan kami selalu sama, rumah angker itu. Lewat 3 jam.. 5 jam.. entahlah,
mungkin sudah setengah hari lebih kami berjalan, bahkan langit tak bertambah
terang.
“Ger,
kamu lihat yang ada diseberang jalan?” Aku memicingkan mataku untuk melihat apa
yang Ian maksud. Seorang lelaki berdiri di ujung jalan, menatap kami dan
berjalan menuju ke arah kami. Awalnya berasa sangat menakutkan, namun kami
lihat lagi tidak ada yang ganjil dari orang ini. Jadi kami menunggu dan melihat
apa yang akan terjadi. “Kalian juga terjebak di tempat ini ya?” tanyanya dengan
ramah. “Iya mas. Kami terjebak disini sudah beberapa jam. Mas tahu apa yang
sedang terjadi disini?” Orang itu menatap dengan pandangan lega telah bertemu
kami sekaligus tidak puas dengan jawaban kami. “Saya juga nggak tau mas. Saya
sudah terjebak disini beberapa hari!” Ternyata dia lebih parah. “Gini mas,
gimana kalau mas gabung aja sama kita, kita cari cara keluar dari sini bersama –
sama.” Usul Tama pada orang tadi. “Ide bagus mas! Makasih banyak ya mas – mas sekalian.
Nama saya Supri.” Kami pun memperkenalkan diri kami padanya dan memulai
ekspedisi kami untuk keluar dari tempat mencekam ini.
Dalam
perjalanan kami, Supri menceritakan kisahnya bagaimana dia sampai terjebak
disini. “Saya itu tukang ojek mas. Mas tau Gojek kan? Ojek online yang lagi
terkenal? Yah, itu saya kerja disitu. Saya dapat pesanan ojek ke alamat ini.
Saya sebenernya sadar mas, kalau tempat ini kosong. Tapi ya saya coba masuk
aja, siapa tau memang ada yang pesan didalam, daripada saya ndak dapat apa –
apa terus dimarahi istri saya Indri. Malah didalam rumah saya dikejar – kejar demit
mas. Terus pingsan. Edan mas, saya ketakutan banget. Akhirnya saya berakhir
disini.” Kasihan juga sih ya, sudah dia terjebak sendirian, masih rugi juga
karena tidak dapat klien. Tiba – tiba si Mas Supri ini mendapatkan ide
cemerlang, “Gini mas, asal dari masalah ini kan adalah rumah angker itu. Gimana
kalau kita pergi kesana lagi, siapa tau kita bisa pulang, ya ndak?” Awalnya
kami ragu, namun apa salahnya dicoba? Lagipula kami sudah berputar – putar diluar
rumah dan tidak menemukan apapun. “Yawes lah Ger, kita coba masuk lagi aja.”
Sepakat, kami kembali ke rumah jahanam itu lagi.
Isi
rumah ini masih sama, bahkan terasa lebih mencekam. Kami memutuskan untuk pergi
bersama ke seluruh bagian rumah, karena kalau di film horor biasanya kita akan
diincar hantunya kalau sendirian. Kami tidak mau mengambil resiko itu. Kami mencari
petunjuk ke seluruh tempat, kamar mandi tempat si syaiton itu keluar. Nihil. Ke
dapur, hanya menemukan perkakas kotor yang sudah sangat lama tidak dicuci.
Kecoa dan laba – laba dimana – mana. Daripada Tama mual – mual kami segera
pindah lokasi. Kami berputar – putar sangat lama sampai akhirnya kami masuk ke
sebuah kamar tidur besar di belakang rumah, dengan double-bed yang mewah, meja rias yang cerminnya sudah pecah, dan
sebuah lemari besar yang mengundang tanya. Apakah isi dari lemari ini? “Mau
coba cek Tam?” tanyaku pada Tama. “Boleh, tapi kamu lho ya yang buka pintu
lemarinya.” Hedeuh. Kuraih ganggang pintu lemari dan kubuka lemari besar itu.
Berjejer sangat banyak baju – baju. “Ger Ger Ger. Mundur Ger. Aku liat ada
sesuatu yang goyang – goyang didalam baju – baju itu.” Benar kata Tama. Tiba –
tiba saja sesosok pria yang sangat lusuh dan berantakan memelototi kami. “KELUAR!!
PERGI DARI SINI!! DASAR BODOH KALIAN SEMUA!!” dan langsung berlari membabi buta
kearah kami. Sontak, kami kaget dan langsung berlari keluar, menutup pintu dan
mengganjalnya dari luar. Kami langsung berlari ke arah dapur dan bersembunyi
disana.
“Itu
pasti hantunya Ger!! Ndak salah lagi!! Heh, mana coba Mas Supri?? Jangan –
jangan ketinggalan lagi! Waduh gawat!” Saking paniknya ternyata kami sudah
melupakan Mas Supri. Sadar kami adalah warga negara Indonesia yang baik dan
mahasiswa yang bersahaja, kami memutuskan untuk segera kembali dan
menyelamatkan Mas Supri. Saat kami sampai di depan kamar, pintu kamar sudah
terbuka, yang artinya hantu tadi pasti sudah keluar. Dan tidak ada jejak Mas
Supri dimanapun. “Ya Tuhan, Tam. Jangan – jangan Mas Supri dibawa syaiton tadi?
Haduh, sial.” Aku berpikir, berpikir, dan berpikir. Disatu sisi aku ingin
segera kabur saja, namun meninggalkan Mas Supri adalah pilihan yang tidak adil.
Dalam
keheningan panjang kami untuk memutuskan tindakan, Tama menemukan sebuah tas
ransel tergeletak ditempat hantu laki – laki tadi keluar. Ransel yang penuh
terisi barang ini dan itu, semua barang yang kau perlu tersedia hanya untukmu. Hanya
saja warnanya tidak ungu, dan tidak ada mata serta tidak bisa menyanyi. Oke,
cukup basa – basi nya. Ransel? Kupikir lagi, semua barang di sini adalah barang
kuno, namun ransel ini jelas model baru. Tidak mungkin ini berasal dari era
yang sama, bukan? “Coba dicek aja Ger, siapa tahu ada sesuatu.” Benar saja,
isinya adalah berbagai macam barang seperti agenda, botol minum, snack, serta
barang kekinian seperti laptop, handphone, iPed, dll. Kucoba membuka laptopnya,
namun terkunci. Baterainya masih ada meskipun tinggal sedikit. “Pasti belum
lama ditinggalkan ini.” Tama yang mengecek HP pun menyadari sebuah kenyataan
bahwa foto yang terpajang di layar HP adalah Mas Supri dengan seorang anak.
Anaknya sih tidak tampan dan juga pemberani seperti aku. Yaiyalah, anak itu
cewek.
“Mungkin
ini punyanya Mas Supri kali Tam. Kita bawa aja kalo – kalo nanti ketemu mas
Supri.” Tama masih berusaha membuka HP itu, sepertinya dia sangat penasaran.
Begitu pula denganku. Tidak terima, aku berusaha membuka laptop itu lagi sambil
membaca – baca agenda yang ada di ransel itu. Rata – rata semuanya adalah
destinasi ke sebuah tempat beserta tanggal, maklum mungkin karena dia tukang
gojek. Di bagian belakang agenda terdapat sebuah nama, Purnama Santi. Hmm..
Nama siapakah ini? Mungkin orang yang disayang. Tunggu dulu. Tiba – tiba aku
memikirkan sebuah ide brilian. Menurut survey, rata – rata orang menggunakan
nama orang kesayangan sebagai password.
Langsung saja aku membuka laptop yang diduga – duga milik Mas Supri tadi.
Kucoba kombinasi pertama “Purnama Santi”, salah. “purnamasanti”, masih salah
juga. Tanpa menyerah, tak kenal lelah, aku mencoba kombinasi “PSanti”. Dan..
akhirnya terbuka juga! Yes! Aku emang bukan cuma ganteng tapi juga jenius. “Tam
kebuka nih!”
Apa
yang kami lihat setelah itu jauh lebih mengejutkan lagi. “Lho Ger, ini bukannya
blog yang kita buka buat nyari rumah ini toh?” Laptop ini sudah jelas dipakai
oleh pemilik akun blog untuk menulis blognya! Tapi nama blognya adalah
Kurniawan Santo bukan? Penasaran, aku membaca lebih dalam, lebih jauh. Benar! Laptop
ini adalah milik Kurniawan Santo! Tapi kenapa wajah yang muncul adalah wajah
Mas Supri? Tunggu dulu, tunggu dulu. Kami gagal paham. “Lihat deh postnya, Tam.
Yang kita lihat post terakhir adalah tentang rumah angker kan dengan tanggal 1
minggu yang lalu kan? Tanggal 10? Ini ada post lagi lho ternyata! 1 hari
setelah itu! Coba baca deh.”
“11 November 2015, JANGAN PERNAH DATANG
KEMARI!”
“Bagi
semua orang yang membaca post terakhir saya mengenai rumah angker di Mandiratu,
tolong ingatlah satu hal. Jangan pernah mencoba datang! Saya peringatkan,
berpikir untuk datangpun jangan! Saya masih berada di sini sampai saat ini,
bukan karena tidak mau pergi, tapi karena tidak bisa! Saya terjebak, bahkan
keluarpun tidak dapat pergi! Saya yakin ada sesuatu yang aneh didalam sini.
Saya bahkan mulai lupa akan kehidupan saya, mulai lupa dengan orang – orang terdekat
saya. Satu persatu ingatan mengenai nama dan kenangan hilang! Saya tidak tahu
sampai kapan bisa bertahan, mungkin ini post terakhir saya. Bagi keluarga saya
atau siapapun yang membaca post ini, saya meminta tolong laporkan polisi atas
hilangnya saya dan mengenai rumah ini. Jelas sekali sesuatu yang naas telah
terjadi di rumah ini! Saya bahkan menemukan potongan tulang kaki di tembok
bagian bawah kamar mandi! Seperti seseorang telah disemen dalam tembok! TOLONG!
JANGAN ABAIKAN PESAN INI!”
Oh shit! Ini jelas – jelas peringatan yang
sangat keras! Tapi kami berani bersumpah, post ini tidak ada di blog saat kami
membacanya! Jelas sekali Kurniawan Santo atau Mas Supri ini mengalami hal yang
sama dengan yang kami alami. “Tam coba inget pas kita masuk ke dalam rumah.
Shit! Aku harusnya sadar! Banyak jejak kaki menuju kedalam rumah, tapi tidak
ada satupun yang mengarah keluar dari pintu!” Intinya semua yang masuk tidak
pernah kembali. Ini mungkinlah yang akan terjadi pada kami dan Mas Supri. Atau
Kurniawan Santo. Atau siapalah dia! Semua ini membuat kepalaku hampir pecah! “Ger,
aku merinding. Sumpah. Sori yah, harusnya aku ndak ngajak kamu ketempat ini!
Kita sebenernya ngapain sih di sini?” Kami terdiam. Sial sungguh sial! Kami
bahkan sudah lupa tujuan kami kesini! Memori kehidupan sudah mulai menghilang
sama seperti si pemilik blog! Saat kami mulai kehilangan akal, sebuah suara
memanggil kami, “Disini kalian rupanya!”